Pada awal merebaknya COVID-19, fokus dari manajemen supply chain adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pelanggan, terlebih panic buying menyebabkan situasi yang tidak biasa pada manajemen inventaris.
Meskipun pandemi ini belum menampakkan akhirnya, “new normal” dalam hal manajemen supply chain pada berbagai sektor. Diantaranya seperti elektronik, otomotif, obat-obatan, pangan, dan lainnya mulai terasa. Kita bisa mulai melihat adanya perubahan penawaran dan permintaan.
Melihat perubahan ini, kemungkinan besar model supply chain akan bertransformasi secara global. Hal ini mengingat banyak perusahan menjadi kalut dengan manajemen yang tidak mampu menanggulangi perubahan drastis di pasar, apalagi bisnis yang belum mengimplementasikan Sistem ERP. Lantas bagaimana dampak, respon yang terjadi, dan cara mitigasinya?
Daftar Isi
Dampak yang Ditimbulkan COVID-19
Wabah ini berawal dari Cina, negara dengan ekonomi terbesar kedua sedunia. Negara ini merupakan importir utama berbagai komoditas untuk negara-negara lain. Dun&Bradstreet mengungkapkan setidaknya ada 51,000 perusahaan yang bergantung pada Cina sebagai pemasok Tier 1, bahkan lebih, dan lima juta perusahaan yang menjadikan Cina sebagai Tier 2.
Begitu Cina mengeluarkan kebijakan untuk mencegah penyebaran virus, supply chain global terguncang hebat sehingga mengakibatkan operasi bisnis dalam skala global terhambat dan perndapatan menurun. Keadaan ini menjadi lebih parah ketika virus corona menjadi sebuah pandemi, sehingga tiap negara memiliki masalahnya masing-masing yang juga berdampak secara global. The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia drop hingga 1.5% saat 2020 pada kemungkinan terburuk.
Terdapat dua sisi masalah manajemen supply chain yang berdampak karena virus corona. Pertama perusahaan kesulitan memonitor permintaan dan inventaris baik jangka panjang dan pendek secara seksama karena pabrik-pabrik mendapat perintah untuk tutup dan melambatnya ekonomi.
Di sisi lainnya pengusaha ritel mengalami kekurangan inventaris karena pelanggan cenderung membeli dalam jumlah banyak untuk meminimalisir kontak di ruang terbuka.
Baca juga: Supply Chain Management adalah: Pengertian, Manfaat, dan Contohnya
Berbagai Cara Perusahaan Menghadapi Perubahan Supply Chain
Belum lama ini, Deloitte meluncurkan sebuah laporan yang berisi bagaimana perusahaan memitigasi peristiwa ini. Terdapat tiga kategori berbeda berdasarkan kesiapan perusahaan:
Perusahaan yang memiliki persiapan mitigasi
Perusahaan ini sudah mempersiapkan dan mengimplementasikan manajemen risiko supply chain dan strategi keberlangsungan bisnis. Mereka juga memiliki pemasok yang tidak hanya berasal dari satu geografis tertentu untuk meminimalisir risiko jika satu daerah bermasalah.
Mereka juga memiliki beberapa vendor untuk komponen utama agar tidak terlalu bergantung pada satu supplier. Selain itu, mereka telah mempersiapkan strategi manajemen inventaris untuk menghadapi gangguan supply chain.
Perusahaan yang merespon dengan tanggap
Perusahan yang seperti ini memiliki hubungan yang erat dengan supplier utama mereka. Memastikan sistem yang mereka gunakan bisa memberikan visibilitas ke jaringan supply yang lebih luas untuk memahami risiko dengan lebih baik dan melakukan tindakan spesifik sesuai dengan prioritas mereka.
Selain itu, perusahaan ini memiliki kesigapan dalam produksi dan jaringan distribusi agar bisa mempelajari dan menjaga permintaan global dengan cepat. Mereka berinvestasi pada solusi perencanaan supply chain dan control tower agar bisa mendeteksi, merespon, bahkan memprediksi masalah supply chain.
Perusahaan yang kacau balau
Perusahan ini terlalu bergantung pada satu supplier saja atau supplier di satu daerah reginoal untuk komponen utama. Jaringan supply chain yang mereka punya tidak memiliki visibilitas untuk melihat risiko yang mungkin mereka hadapi.
Mereka tidak memiliki Sistem Inventory untuk memantau status inventaris, memprediksi stock-out material dan mengoptimalkan produksi, atau mempresdiksi stock-out barang jadi untuk mengoptimalkan alokasi ke pelanggan. Mereka juga tidak memiliki jaringan logistik yang fleksibel untuk memastikan barang-barang tersebut tetap bernilai lebih.
Peran Teknologi dalam Menanggulangi Disrupsi Supply Chain Global
Dari penjabaran di atas, dapat Anda lihat perusahaan yang setidaknya bisa merespon dengan baik adalah mereka yang telah mengimplementasikan sistem supply chain, sebuah teknologi yang memberikan visibilitas mengenai banyak elemen penting dalam manajemen. Ketika informasi tersebut menjadi pijakan dalam strategi bisnis, perusahaan tersebut bisa memitigasi disrupsi dengan baik.
Pandemi COVID-19 ini menjadi katalis bagi perusahaan untuk mulai mengimplementasikan smart system berbasis AI, otomasi, hybrid cloud, analisis data eksternal, dan teknologi blockchain. Teknologi seperti ini memudahkan perusahaan mengindentifikasi pola penawaran dan permintaan secara lokal dan global untuk menghadapi tantangan bisnis yang dinamis dan disrupsi yang tidak bisa dihindari.
Manfaat yang dapat bisa Anda peroleh oleh teknologi tersebut dalam manajemen supply chain adalah:
- Permintaan untuk barang-barang utama dan daerah tertentu dapat terpenuhi dengan baik karena sudah diprediksi dengan melihat pola pembelian setelah adanya wabah COVID-19.
- Potensi masalah pada supplier dapat tervisualisasi dengan baik dan memudahkan pengambilan keputusan mengenai pasokan barang.
- Manajemen dan transaksi dengan supplier baru lebih efektif untuk memastikan ketersediaan barang jika supplier utama mengalami kendala.
- Identifikasi risiko, pengambilan keputusan, dan implementasi solusi lebih valid karena berdasarkan pada data eksternal dan informasi dari analisis AI.
Baca juga: Ketahui Manfaat Sistem Supply Chain Management (SCM) bagi Bisnis Anda!
Kesimpulan
Hingga saat ini, beberapa negara sudah melonggarkan kebijakan social distancing yang berarti juga mulai beroperasi kembali pabrik-pabrik dan operasi pun berjalan normal. Ketegangan kemacetan supply chain akibat COVID-19 mulai berkurang. Bahkan OECD juga memperkirakan dampak COVID-19 akan berangsur membaik saat tahun 2021.
Namun demikian, peristiwa penyebaran wabah seperti ini tidak selalu bisa dan sulit memprediksinya. Pemahaman akan risko dan peluang supply chain serta pelayanan pelanggan yang baik saat krisis tidak bisa terwujud tanpa ada bantuan teknologi tersebut. Oleh karena itu, implementasi teknologi seperti Software Supply Chain Management sangat berguna untuk dapat memaksimalkan rantai pasok secara efisien.