Masa probation atau masa percobaan kerja adalah periode penting untuk menilai kesesuaian karyawan baru dan keberhasilan rekrutmen. Meski sering dianggap formalitas, tahap ini berfungsi sebagai evaluasi strategis, dan salah kelola dapat menimbulkan risiko hukum serta kerugian perusahaan.
Manajer dan praktisi HR perlu memahami cara mengelola masa probation secara efektif. Artikel ini membahas dasar hukum, penetapan KPI, strategi evaluasi, dan otomatisasi proses probation menggunakan aplikasi HR untuk hasil optimal dan tim yang produktif.
Key Takeaways
|
Daftar Isi:
Apa Itu Masa Probation Menurut Regulasi di Indonesia?
Masa probation adalah periode evaluasi awal yang diatur hukum untuk menilai kinerja dan kesesuaian karyawan baru sebelum diangkat menjadi karyawan tetap. Tahap ini memberi dasar hukum bagi perusahaan untuk menghentikan kerja sama jika kinerja tidak sesuai standar.
Dasar hukumnya tercantum dalam UU No. 13 Tahun 2003, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan PP No. 35 Tahun 2021. Masa probation hanya boleh diterapkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) guna menjamin kepastian hukum bagi perusahaan dan karyawan.
1. Definisi dan landasan hukum
Pasal 60 UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja menetapkan masa probation maksimal tiga bulan untuk calon karyawan tetap. Ketentuan ini mencegah kesalahan penerapan pada pekerja magang atau lepas yang bisa berujung pada sengketa industrial.
2. Perbedaan probation untuk PKWT dan PKWTT
Tujuan Strategis Masa Probation bagi Perusahaan
Bagi perusahaan, masa probation bukan sekadar periode coba-coba, melainkan instrumen manajemen talenta yang strategis. Ini adalah kesempatan penting untuk memvalidasi keputusan rekrutmen dan memastikan investasi rekrutmen menghasilkan karyawan yang produktif, loyal, dan selaras dengan budaya perusahaan.
Selama periode ini, perusahaan dapat menilai hal-hal yang tidak terlihat dalam wawancara, seperti etos kerja, kolaborasi, inisiatif, dan kemampuan adaptasi di situasi nyata. Inilah alasan masa probation menjadi tahap penting dalam memastikan kesesuaian kandidat dengan kebutuhan dan dinamika organisasi.
1. Validasi kompetensi dan keahlian teknis
Tujuan utama masa probation adalah memastikan kemampuan teknis yang diklaim kandidat benar-benar sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Ini momen bagi perusahaan menilai kualitas hasil kerja, kecepatan, dan penerapan keahlian dalam tantangan nyata, sehingga hanya kandidat dengan performa solid yang dipertahankan.
2. Penilaian kesesuaian budaya kerja (culture fit)
Karyawan dengan skill tinggi belum tentu cocok secara budaya. Masa probation memungkinkan perusahaan menilai bagaimana karyawan berinteraksi, beradaptasi dengan nilai perusahaan, dan berkontribusi terhadap harmoni tim) faktor penting dalam menjaga motivasi dan retensi jangka panjang.
3. Observasi etos kerja dan soft skills
Soft skills seperti komunikasi, inisiatif, dan manajemen waktu menjadi indikator penting selama masa probation. Melalui observasi langsung, perusahaan dapat menilai kedewasaan profesional karyawan dan potensinya dalam mendukung kinerja tim secara berkelanjutan.
4. Mitigasi risiko rekrutmen
Masa probation juga berfungsi sebagai pengaman sebelum komitmen jangka panjang diberikan. Jika karyawan terbukti tidak sesuai, perusahaan dapat mengakhiri hubungan kerja dengan prosedur yang lebih sederhana dan sesuai hukum, sehingga risiko finansial dan produktivitas dapat diminimalkan.
Aturan Kunci Seputar Masa Probation yang Wajib Diketahui HR
Sebagai ujung tombak pengelolaan SDM, HR wajib memahami aturan hukum yang mengatur masa probation. Kepatuhan terhadap regulasi bukan hanya untuk menghindari sanksi, tetapi juga membangun lingkungan kerja yang adil dan profesional. Kesalahan penerapan dapat berujung pada gugatan hukum dan merusak reputasi perusahaan.
Setiap detail dalam masa probation memiliki implikasi hukum yang signifikan—mulai dari durasi, hak karyawan, hingga ketentuan upah. Misalnya, memperpanjang probation secara sepihak atau membayar di bawah UMR adalah pelanggaran hukum. Karena itu, pemahaman menyeluruh terhadap aturan kunci ini wajib dimiliki setiap praktisi HR.
1. Durasi maksimal masa probation
Undang-Undang Ketenagakerjaan membatasi masa probation maksimal tiga bulan tanpa perpanjangan, sehingga perusahaan perlu segera menetapkan status karyawan dan merencanakan career path mereka secara jelas. Aturan ini memberi kepastian status bagi pekerja dan mencegah eksploitasi status “percobaan” secara berlebihan oleh perusahaan.
2. Hak dan kewajiban karyawan selama probation
Karyawan probation tetap memiliki hak yang sama, termasuk upah layak dan lingkungan kerja aman. Mereka juga wajib mematuhi peraturan perusahaan dan menunjukkan kinerja sesuai ekspektasi, demi terciptanya hubungan kerja yang seimbang.
3. Ketentuan gaji karyawan probation
Perusahaan dilarang membayar karyawan probation di bawah upah minimum yang berlaku. Pembayaran di bawah UMR tergolong pelanggaran hukum dan dapat berakibat sanksi serta merusak reputasi perusahaan di mata publik dan calon karyawan.
4. Status hukum pemutusan hubungan kerja (PHK)
Selama masa probation, perusahaan dapat mengakhiri hubungan kerja tanpa pesangon sesuai Pasal 60 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Namun, proses PHK sebaiknya tetap dilakukan secara profesional dengan alasan tertulis dan objektif demi menjaga kredibilitas perusahaan.
Strategi Mengelola dan Mengevaluasi Karyawan Selama Masa Probation
Pengelolaan masa probation yang efektif memerlukan pendekatan terstruktur dan objektif. Karyawan baru tidak boleh dibiarkan bekerja tanpa arahan; program probation yang jelas akan mempercepat adaptasi, meningkatkan kinerja, dan membantu manajemen membuat keputusan pengangkatan yang tepat.
Keberhasilan strategi ini bergantung pada kejelasan ekspektasi, komunikasi rutin, dan sistem evaluasi terukur. Tanpa parameter yang jelas, penilaian mudah menjadi subjektif. Karena itu, HR dan manajer perlu berkolaborasi merancang kerangka evaluasi sejak hari pertama dengan dukungan alat bantu seperti software HR modern.
1. Menetapkan Key Performance Indicator (KPI) yang terukur
Langkah awal adalah menetapkan KPI yang SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) agar karyawan memahami target dan cara penilaiannya. Contohnya, desainer grafis ditargetkan menyelesaikan lima proyek dengan revisi di bawah 20%, atau tim sales mencapai penjualan Rp50 juta di bulan ketiga.
2. Menjadwalkan sesi feedback dan one-on-one rutin
Jangan menunggu akhir probation untuk menilai kinerja. Lakukan sesi feedback rutin, misalnya dua minggu sekali, untuk membahas progres dan tantangan. Komunikasi dua arah ini membantu manajer melakukan intervensi dini serta menunjukkan perhatian perusahaan terhadap pengembangan karyawan.
3. Dokumentasi kinerja secara objektif
Catat semua pencapaian, kesalahan, dan feedback selama probation secara tertulis. Dokumentasi ini menjadi bukti objektif saat evaluasi akhir dan mencegah potensi sengketa PHK. Dengan software HRM, proses pencatatan bisa dilakukan lebih efisien, aman, dan mudah diakses secara digital.
Proses Akhir Masa Probation: Tiga Skenario yang Mungkin Terjadi
Setelah tiga bulan evaluasi, perusahaan harus mengambil keputusan penting terkait status karyawan. Berdasarkan hasil kinerja dan feedback, keputusan ini perlu dibuat secara objektif serta dikomunikasikan dengan profesional untuk menjaga hubungan baik dan reputasi perusahaan.
Secara umum, terdapat tiga kemungkinan hasil di akhir masa probation. Masing-masing memiliki implikasi administratif berbeda, sehingga HR dan manajer perlu memahami prosedurnya agar tidak menimbulkan kebingungan atau pelanggaran hukum.
1. Lolos probation dan diangkat menjadi karyawan tetap
Ini adalah skenario terbaik ketika karyawan menunjukkan kinerja dan kesesuaian budaya yang baik. HR perlu menyiapkan kontrak baru, menyesuaikan gaji atau benefit, serta mengumumkan status baru karyawan secara resmi. Momen ini juga tepat untuk memberikan apresiasi dan menetapkan target pengembangan karier berikutnya.
2. Gagal probation dan pemutusan hubungan kerja
Jika kinerja tidak memenuhi standar, perusahaan dapat mengakhiri hubungan kerja secara profesional. Lakukan pertemuan langsung untuk menyampaikan hasil evaluasi berbasis data, berikan feedback akhir yang membangun, dan pastikan hak-hak seperti gaji terakhir diproses tepat waktu agar proses PHK berjalan sesuai aturan.
3. Perpanjangan masa probation, perlukah?
Secara hukum, masa probation maksimal tiga bulan dan tidak dapat diperpanjang. Jika perusahaan masih ragu namun melihat potensi, opsi yang lebih aman adalah mengubah status menjadi karyawan kontrak (PKWT) untuk masa evaluasi tambahan sebelum dipertimbangkan menjadi tetap. Pendekatan ini menjaga fleksibilitas tanpa melanggar hukum.
Kesalahan Umum yang Dilakukan Manajer dalam Mengelola Masa Probation
Kegagalan masa probation tidak selalu disebabkan oleh kinerja karyawan, tetapi sering kali akibat kesalahan manajemen. Banyak manajer bersikap pasif dan hanya menunggu hasil tanpa memberi arahan yang jelas. Pendekatan ini membuat karyawan kehilangan arah dan potensi mereka tidak berkembang optimal.
Kurangnya bimbingan selama masa probation bukan hanya merugikan perusahaan secara finansial, tetapi juga menciptakan pengalaman negatif bagi karyawan baru. Untuk itu, penting bagi manajer dan tim HR mengenali kesalahan umum berikut agar proses probation berjalan efektif.
1. Ekspektasi yang tidak jelas di awal
Kesalahan terbesar adalah tidak menetapkan ekspektasi dan KPI sejak hari pertama. Karyawan yang tidak tahu targetnya akan kesulitan memenuhi standar kinerja. Manajer perlu menjelaskan definisi “sukses” dengan jelas agar evaluasi di akhir masa probation objektif dan terukur.
2. Kurangnya feedback konstruktif
Menunda pemberian feedback hingga akhir masa probation membuat karyawan kehilangan kesempatan memperbaiki diri. Manajer harus rutin memberikan masukan dan apresiasi selama proses berjalan. Pendekatan ini membantu karyawan berkembang dan menunjukkan kepedulian perusahaan.
3. Mengabaikan proses onboarding
Probation dan onboarding adalah dua proses yang saling melengkapi. Tanpa arahan, pengenalan sistem kerja, dan dukungan tim, adaptasi karyawan baru akan terhambat. Onboarding yang terstruktur memastikan mereka cepat menyesuaikan diri dan mencapai performa terbaik.
4. Membuat keputusan berdasarkan perasaan subjektif
Keputusan kelulusan probation harus didasarkan pada data, bukan perasaan pribadi. Tanpa dokumentasi KPI dan catatan evaluasi yang jelas, penilaian menjadi bias dan berisiko menimbulkan sengketa. Evaluasi berbasis bukti membantu menjaga keadilan dan integritas manajemen.
Otomatisasi Manajemen Probation dengan Software HR HashMicro
Mengelola masa probation secara manual bisa memakan waktu dan rentan kesalahan, mulai dari penetapan KPI, pelacakan progres, hingga dokumentasi legal. Di sinilah software HRIS berperan penting untuk menciptakan proses yang efisien, transparan, dan terstandarisasi.
HashMicro menghadirkan Software Manajemen Talenta yang mengotomatiskan seluruh siklus evaluasi probation. Dengan sistem terintegrasi antar departemen, perusahaan dapat menilai karyawan secara objektif berbasis data, meningkatkan efisiensi HR, dan memastikan keputusan talent management mendukung kinerja bisnis secara menyeluruh.
Fitur Software Manajemen Talenta HashMicro:
- Talent Management with KPI Tracking: Memudahkan penetapan, pengelolaan, dan pelacakan pencapaian KPI karyawan secara real-time, memastikan evaluasi probation berbasis data yang objektif dan terukur.
- In-Depth Performance Analysis: Menyediakan analisis kinerja mendalam dengan metode seperti nine box matrix untuk menilai kinerja dan potensi karyawan secara holistik, membantu pengambilan keputusan pengangkatan yang lebih strategis.
- 360 Appraisal: Memfasilitasi proses penilaian kinerja dari berbagai perspektif, termasuk manajer, rekan kerja, dan bawahan, untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif dan adil selama masa evaluasi.
- Employee Development and Training Plan: Membantu merancang dan melacak program pengembangan serta pelatihan yang sesuai dengan hasil evaluasi, memastikan karyawan baru mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk berhasil.
- Succession Planning: Mengidentifikasi karyawan berpotensi tinggi selama masa probation untuk dipersiapkan sebagai pemimpin masa depan, mengintegrasikan evaluasi awal ke dalam strategi suksesi jangka panjang perusahaan.
Dengan HashMicro, perusahaan Anda dapat mengubah proses probation dari sekadar formalitas administratif menjadi alat strategis untuk pengembangan talenta. Untuk melihat bagaimana solusi kami dapat membantu bisnis Anda secara nyata, jangan ragu untuk mencoba demo gratisnya sekarang juga.
Kesimpulan
Masa probation adalah tahap penting dalam manajemen talenta yang menentukan keberhasilan rekrutmen jangka panjang. Dengan memahami aspek hukum, menetapkan tujuan yang jelas, dan menjalankan evaluasi terstruktur, perusahaan dapat memaksimalkan potensi karyawan baru sekaligus meminimalkan risiko.
Untuk memastikan proses berjalan objektif dan efisien, gunakan Software HRM dari HashMicro sebagai solusi terintegrasi. Sistem ini membantu HR mengotomatiskan evaluasi, melacak performa, dan menjaga kepatuhan dengan mudah. Coba demo gratis sekarang!
Pertanyaan Seputar Masa Probation
-
Berapa gaji karyawan probation?
Menurut hukum di Indonesia, gaji karyawan selama masa probation tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku di wilayah tersebut. Perusahaan wajib membayar upah sesuai standar UMR/UMK.
-
Apakah karyawan probation dapat cuti?
Secara hukum, hak cuti tahunan (12 hari kerja) baru timbul setelah karyawan bekerja selama 12 bulan penuh. Namun, perusahaan dapat memberikan kebijakan cuti proporsional atau cuti di luar tanggungan (unpaid leave) berdasarkan peraturan perusahaan.
-
Apakah PHK saat masa percobaan dapat pesangon?
Tidak. Menurut UU Ketenagakerjaan, perusahaan yang memutuskan hubungan kerja selama atau di akhir masa probation tidak memiliki kewajiban untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, atau uang penggantian hak.
-
Bagaimana cara menilai karyawan probation yang efektif?
Cara paling efektif adalah dengan menetapkan KPI yang jelas di awal, menjadwalkan sesi feedback rutin (mingguan/bulanan), mendokumentasikan semua pencapaian dan area perbaikan secara objektif, serta menilai kesesuaian dengan budaya kerja perusahaan.







